Kamis, 23 Juni 2011

Boleh, Kok, Anak Tidur Larut Malam


A salkan kualitas tidurnya terpenuhi, tak masalah. Hanya saja, keseringan tidur larut malam bisa menganggu perkembangannya. Jadi, sebaiknya memang tak dibiasakan tidur larut malam.

Sering, kan, kita mengeluh si kecil baru bisa tidur larut malam. Bahkan, acara TV sudah habis pun matanya masih membulat. Segala usaha sudah kita lakukan, seperti memberinya minum susu, membuatnya capek dengan melakukan suatu aktivitas, membacakan buku cerita, dan sebagainya. Hasilnya, tetap saja ia tak bisa tidur.

Jangan dulu langsung menuduh si kecil punya penyakit insomnia (sulit tidur), lo. Soalnya, banyak sekali faktor yang mempengaruhi anak selalu tidur larut malam. Antara lain, faktor biologis (sakit), psikologis (stres dan kecemasan), lingkungan (orang tua yang selalu tidur malam atau selalu membangunkan anaknya di waktu malam kala anak sedang tidur hanya untuk melepas rasa kangen orang tua), atau karena memang si kecil punya pola tidur tertentu (lain dari biasanya).

Selain, bisa juga disebabkan kelainan/gangguan yang diderita anak seperti autis dan hiperaktif, atau karena anak telah mengkonsumsi obat yang menyebabkannya sulit tidur.

Jadi, benar-benar bukan lantaran penyakit insomnia, ya, Bu-Pak. Seperti dijelaskan dokter spesialis anak konsultan pada SubBagian Neurologi Anak FKUI RSUPN CM, dr. Dwi P. Widodo, Sp.A(K), MMed., "Insomnia merupakan gangguan terhadap kualitas tidur. Sedangkan anak yang selalu tidur larut malam hanya waktu tidurnya saja yang tak umum, sementara dari segi kualitas tetap tak masalah."

LIMA TAHAPAN TIDUR

Lebih jauh dijelaskan Dwi, tiap orang tak terkecuali anak- di saat tidurnya harus memenuhi 5 tahapan tidur. Bila tidak, berarti ia mengalami gangguan tidur.

Tahap ke-1: sewaktu siap untuk tidur, kita terbaring rileks, tonus otot mulai menurun tapi mata masih terbuka. Gelombang listrik pada otak memperlihatkan gelombang alfa dengan penurunan voltase.

Tahap ke-2: bila timbul sekelompok gelombang berfrekuensi 14-18 siklus per detik (gelombang tidur/sleep spindle). Tahap ini terdeteksi bila mata mulai berhenti bergerak, tapi tonus otot masih terpelihara. Di tahap ini kita masih akan terbangun oleh suara-suara berisik.

Tahap ke-3: cukup pulas dan rileks, karena tonus otot telah lenyap sama sekali. Bila dilakukan EEG akan memperlihatkan gelombang lambat delta 20-50 persen.

Tahap ke-4: tidur nyenyak, tanpa mimpi, dan kita pun sulit dibangunkan.

Tahap ke-5: bola mata mulai bergerak cepat, detak jantung dan napas bertambah cepat, tekanan darah naik, otot-otot anggota gerak dan badan tegang kembali (cirinya, kita menggerakkan badan di tempat tidur). Kendati terdapat aktivitas, kita masih tertidur lelap dan sulit terbangun.

Dari kelima tahapan ini, bilang Dwi, yang terpenting buat anak ialah tahap ke-3 dan 4 untuk pertumbuhan, serta tahap ke-5 untuk perkembangan otak dan kecerdasan. Sedangkan terpenuhi tidaknya kelima tahapan ini, bisa dinilai/dideteksi kala anak bangun. "Jika segar dan ceria, bisa dipastikan ia telah memenuhi kelima tahapan tidur, sekalipun ia tidurnya larut malam. Namun, bila rewel berarti ia belum atau tak memenuhi kelima tahapan tidur tersebut." Nah, jika demikian, berarti anak tengah mengalami gangguan tidur.

MENGGANGGU PERKEMBANGAN

Jadi, Bu-Pak, bukan masalah bila si kecil sering tidur larut malam selama kualitas tidurnya terpenuhi. Namun tak berarti boleh dibiarkan. Pasalnya, tidur malam merupakan waktu pemulihan atau penyegaran tubuh sebagai persiapan menghadapi aktivitas esok hari. Itu sebab, tegas Sri Tiatri, Psi., sebaiknya anak tidur malam lebih lama.

Lagi pula, jika anak kerap tidur larut malam , ia tak terbiasa bangun pagi. Padahal, anak harus dibiasakan bangun pagi. Terlebih bila ia mulai masuk play group atau TK. "Jika anak tak bisa bangun pagi akibat tidur terlalu larut, tentu akan menjadi kesulitan sendiri, bukan cuma buat anak tapi juga seluruh anggota keluarga," jelas dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta, yang akrab disapa Tia ini.

Dampak buat dirinya, ia jadi jarang berinteraksi dengan teman sebayanya. Bukankah umumnya anak-anak balita beraktivitas di waktu pagi menjelang siang? Usai itu, mereka akan tidur siang dan baru keluar lagi di waktu sore sehabis mandi. Hingga, jika anak jarang bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya, tentu ia jarang pula memperoleh stimulasi, baik stimulasi perkembangan motorik, observasi, maupun sosialnya. Nah, ini, kan, mengganggu perkembangannya.

Sedangkan dampak buat orang tua, yang pasti tentunya jadi kesal. Betapa tidak? Seharusnya pada jam tersebut kita bisa istirahat atau melakukan aktivitas lain, eh, malah harus menemani si kecil bermain.

CIPTAKAN SUASANA TIDUR

Itu sebab, kita harus mengubah pola tidurnya. "Bisa, kok, disesuaikan dengan jam atau waktu tidur anak pada umumnya, antara pukul 20.00-21.00," ujar Tia. Caranya, yang pertama tentulah dengan mengurangi jam tidur siang. Kalau tidak, bisa dipastikan si kecil akan sulit tidur malam harinya. Bukankah saat siang ia sudah banyak tidur?

Kemudian malamnya, ciptakan suasana tidur di rumah. Entah dengan membacakan cerita, menggelapkan ruangan, menyingkirkan semua mainan dan gerakan yang dapat menarik perhatiannya, serta membuat udara dalam ruangan lebih sejuk.

Namun perubahannya jangan drastis, lo. Misal, biasanya si kecil tidur pukul 24.00 lalu tiba-tiba kita menyuruhnya tidur pukul 20.00. "Ya, enggak bakalan bisa. Ia pasti protes dengan rewel dan menangis." Jadi, lakukan secara bertahap. Mula-mula ajak ia tidur sejam lebih awal. Tentu dengan menggunakan teknik jitu, seperti memberi reward atau dirayu. Jika sudah berhasil, majukan lagi satu jam, begitu seterusnya sampai berhasil.

ANEKA ACARA

Jika pemberian reward atau rayuan tak mempan, bisa digunakan cara mensugesti atau memberinya pengertian lewat komunikasi efektif. Misal, "De, sekarang ini waktunya tidur. Kalau Ade tidurnya kemalaman, entar bangunnya kesiangan. Jadi, enggak bisa ikut lari pagi sama Ayah dan Ibu."

Cara lain, sebelum diajak tidur, buat ia lelah dengan beraktivitas seperti bercanda, lompat-lompatan, atau lari-larian. "Bila ia lelah, tentu sekujur tubuhnya lemas, otomatis ia akan ngantuk dan akhirnya tidur," kata Tia.

Namun cara-cara tadi harus dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan sampai anak bisa tidur pada jam-jam semestinya ia harus tidur. Nah, jika pola baru ini berhasil diterapkan, jadikanlah sebagai kebiasaan, hingga pada tiap jam tersebut bawaannya pasti ingin tidur melulu.


Mengenal Gangguan Tidur Pada Anak

Secara garis besar, jelas Dwi, ada 2 gangguan tidur, yaitu disomnia dan parasomnia. Pada disomnia, gangguan terutama dalam kualitas dan waktu atau lamanya tidur (sleep refusal and night waking). Yang termasuk disomnia adalah: insomnia, hipersomnia, gangguan siklus tidur-bangun (gangguan irama sirkadian), dan nocturnal enuresis (bedweeting/mengompol). Sementara parasomnia, gangguan utamanya ialah terdapat kejadian abnormal selama tidur, seperti night terrors, nightmares, sleep walking dan sleep talking.

Klasifikasi gangguan tidur ini didasari suatu keadaan kronik, bukan gangguan sesaat yang merupakan bagian dari kehidupan. Ini berarti, gangguan tidur yang terjadi hanya beberapa malam setelah stres psikososial tak didiagnosis sebagai gangguan tidur. Adapun waktu yang diperlukan untuk mendiagnosis gangguan tidur, paling sedikit 3 kali kejadian dalam seminggu selama periode satu bulan yang disertai keluhan fisik seperti kelelahan, irritable, dan lainnya.

Berikut ini sejumlah gangguan tidur yang biasanya terjadi pada anak:

* Night Terrors

Umumnya terjadi pada anak usia 18 bulan sampai 5 tahun. Tanda-tandanya: anak yang sedang tidur tiba-tiba duduk, berteriak, tampak bingung, disorientasi, mata terbelalak dan terlihat ketakutan sekali. Meskipun terbangun, ia takkan mengenali orang di sekitarnya. Makanya, jika ditanya keesokan harinya, ia takkan ingat kejadian tersebut.

Namun "serangan" ini hanya berlangsung beberapa menit, lalu anak akan tidur kembali, meski tak tertutup kemungkinan akan berlangsung lama. Biasanya terjadi setelah 4 jam pertama tidur malam dan munculnya saat anak sedang sakit, stres, atau kurang tidur.

Sebelum kejadian, biasanya anak ada masalah, entah karena ada pengalaman tak menyenangkan di "sekolah" atau ia melihat sesuatu yang menakutkan, hingga terbawa sampai tidur.

Untuk mengatasinya, cukup tenangkan si anak dengan dibujuk dan diberi pengertian, "Enggak apa-apa, kok, Nak, itu hanya mimpi, tak usak ditakutkan, Sekarang tidur lagi, ya, Bunda temani sebentar." Pokoknya, tenangkan si kecil sedemikian rupa hingga ia merasa nyaman dan bisa kembali tidur.

* Somnabulism (tidur berjalan)

Biasanya terjadi pada anak umur 5-7 tahun dan sering ada riwayat keluarga dengan gangguan serupa. Anak bangun dari tempat tidur lalu berjalan, naik tangga, atau ke kamar mandi. Namun ia tetap dalam keadaan tidur atau tak sadarkan diri. Hingga, sebagaimana night terrors, anak pun takkan ingat kejadian itu.

* Nightmare (mimpi buruk)

Terjadi pada anak berumur 4-6 tahun. Biasanya anak yang mengalami nightmare akan bangun sepenuhnya dengan mimik muka ketakutan. Ia pun bisa mengingat kembali isi mimpinya dan biasanya akan tidur kembali setelah ditenangkan.

Mimpi buruk mudah timbul bila ada faktor stres. Selain itu, faktor makanan seperti cokelat, keju, dan soft drink. Bisa juga lantaran terpengaruh film yang ditontonnya atau karena tengah dalam masa inkubasi penyakit.

* Sleep refusal/bed time struggles

Biasanya anak menolak tidur. Seringkali dengan cara menarik perhatian orang tua seperti meminta susu berulang-ulang, minta makan, ingin pergi ke toilet, dan sebagainya. Hal ini pun terjadi pada anak yang memang punya pola tidur tipe owl, yaitu anak mengantuk pada petang hari atau anak sudah terbiasa dengan pola tidur terlambat (biasa tidur setelah larut malam). Tipe owl ini biasanya terjadi pada anak yang hidup di keluarga yang suka atau terbiasa tidur larut malam, hingga ia pun terbentuk dengan pola tidur yang demikian.

Selain pengaruh lingkungan, bisa juga karena suasana rumah yang selalu ramai pada waktu anak seharusnya tidur. Jadi, ia kurang merasa nyaman untuk tidur karena gangguan-gangguan tersebut. Untuk mengatasinya harus bertahap, dibujuk dengan membacakan cerita atau dongeng sambil kepalanya dielus-elus. Selain tentu saja kita pun harus mengkondisikan suasana tidur di rumah seperti menggelapkan atau mensunyikan ruangan.

* Night waking

Biasanya terjadi pada anak yang telah berusia 2 tahun. Sebagian besar anak yang menderita night waking akan terbangun sambil menangis dan berlangsung berulang-ulang. Cara menanganinya, berikan anak keterampilan self-soothing, yaitu biasakan memberi minum pada saat ia menginginkannya di sela-sela tidurnya.

* Sleep stars/mioklonus nocturnal

Bisa terjadi pada usia berapa saja karena faktor penyebabnya si anak kecapekan. Berupa serangan mioklonus/mioklonik (menghentak-hentakkan kaki atau tangan tapi cuma sebentar) yang terjadi sewaktu anak baru saja tertidur. Biasanya sering dianggap kejang oleh awam padahal bukan. Ini merupakan bentuk fisiologik mioklonus, artinya tak ada sesuatu kelainan pada anak seperti penyakit atau lainnya. Jadi, bukan kejang atau epilepsi dan tak perlu pengobatan.

* Bed wetting (ngompol)

Terjadi pada 1/3 awal tidur malam. Karena ngompol, anak akan bangun secara mendadak. Gangguan tidur ini bisa ditangani dengan cara menggunakan popok sekali pakai. Perlu diketahui, mengompol ada yang primer dan sekunder. Yang primer disebabkan berbagai faktor herediter, maturasi, toilet training kurang baik dan problem saluran kemih. Sedangkan penyebab yang sekunder, umumnya karena stres.

Kebutuhan Tidur Pada Anak

Tentunya, kebutuhan tidur tiap anak berbeda-beda, tergantung usianya. Seorang bayi idealnya tidur 16 jam per hari dan anak yang lebih besar sekitar 10-12 jam. Namun tak dijalankan sekaligus, lo, melainkan dibagi-bagi. Misal, untuk anak balita, tidur malam 8 jam dan siang 2 jam. "Dengan bertambahnya usia, akan berkurang pula kebutuhan tidurnya," terang Dwi

Artikel ini saya dapatkan di tabloid Nova dengan link : http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Boleh-Kok-Anak-Tidur-Larut-Malam